7 Pakaian Adat Nusa Tenggara Timur Suku Manggarai. Pakaian adat dari Suku Manggarai di Nusa Tenggara Timur dikenal memiliki makna filosofi yang cukup mendalam. Nama pakaian adat tersebut dikenal dengan sebutan kain Songke dan menjadi salah satu pakaian wajib bagi kaum wanita Suku Manggarai.
40+ Pakaian Adat Manggarai Ntt + Keterangan. Suku manggarai adalah sebuah suku bangsa. Akan tetapi budaya dan tradisi bangsa indonesia juga masih sangat kental diberbagai macam daerah dan wilayah pada saat ini. 10 Pakaian Adat Ntt Pria Wanita Nama Penjelasan Gambar from Pakaian adat nusa tenggara timur ntt yang umum dipakai oleh masyarakat ntt adalah kain tenun ikat. Tarian ntt sangat bervariasi, artikel ini akan membahas nama tarian daerah ntt dan asalnya, tarian nusa tenggara timur lengkap beserta gambar dan tak kalah menarik dari jenis budaya lain seperti pakaian adat dan rumah adat, tarian ntt juga menjadi salah satu daya tarik dari wisatawan. Sahabat 99, rumah di atas tanah itu sudah pasti. Pakaian adat nanggroe aceh darussalam. Pakaian adat, bahasa, serta ritual jadi kekayaan budaya dari indonesia. Baju adat ntt lainnya yang biasa digunakan adalah baju adat baju adat ntt atau baju adat nusa tenggara timur selanjutnya adalah baju adat suku manggarai flores. Pakaian adat tradisional aceh biasa adalah ulee balang, pakaian tersebut biasanya digunakan oleh para raja dan keluarganya. Hal ini tentunya karena perkembangan zaman dan juga globalisasi.
NusaTenggara Timur memiliki beberapa rumah adat yang terkenal dengan keidahan bangunanya. Berikut beberapa rumah adat ntt yang masih digunakan sampai sekarang, yaitu: 1. Rumah Adat Mbaru Niang. blogpictures.99.co. Rumah adat NTT yang pertama yaitu mbaru niang. Rumah adat ini berasal dari daerah Manggarai NTT, lebih tepatnya di Desa Wae Rebo.
BORONG, - Ghan Woja terdiri dari dua kata, yakni ghan dan woja. Ghan dalam bahasa etnis Kolor di bagian selatan Manggarai Timur, artinya makan dan woja berarti bulir padi panjang dan beras. Ghan Woja merupakan salah satu dari sekian ritual adat masyarakat tani yang menghormati padi dan jagung, serta memulihkan hubungan dengan Sang Pencipta. Mereka juga menyapa leluhur dengan ritual adat di Mbaru Mere rumah adat.Adapun Ghan Woja ditujukan untuk mengungkapkan rasa syukur, berdoa saat akhir masa tanam dan memulai masa tanam baru. Baca juga Desa Wisata Mbengan di Manggarai Timur NTT, Punya Budaya dan Alam yang Menakjubkan Ritual Ghan Woja bisa dilaksanakan secara pribadi di rumah-rumah, di kebun, dan secara komunal di rumah-rumah adat. Tarian Keda Rawa Tua adat Suku Mukun, Desa Mbengan, Kornelius Ngamal Ramang 62 menjelaskan, tradisi sakral di Kampung Bungan yang masih dirawat dengan baik yakni tradisi tarian Keda Rawa saat dilangsungkan ritual adat Ghan Woja. Keda artinya injak tanah, menghentakkan kaki di tanah dan rawa artinya syair-syair mistis yang dilantunkan tua-tua adat di kampung tersebut. Jadi Tarian Keda Rawa adalah tarian khas bernuansa mistis yang dilaksanakan oleh tua-tua adat laki-laki. Tarian ini dilaksanakan tengah malam sekitar pukul Wita dan pagi sebelum matahari terbit. "Di bulan oktober 2022 sudah dilaksanakan ritual adat Ghan Woja di Kampung Bungan. Warga satu kampung itu melaksanakan ritual ini," kata Ramang. Biasanya, lanjut dia, ritual Ghan Woja dilaksanakan Juli-September tiap tahunnya. Namun, tahun 2022 ini ritual mundur karena anomali cuaca. Sebelum dilaksanakan ritual Ghan Woja di rumah, masyarakat Kampung Bungan dilarang membuka kebun baru. Konon jika dilanggar, hasil kebun tidak melimpah dan kebun-kebun diganggu binatang. Baca juga Manggarai Timur NTT yang Kaya Goa Alam untuk Dikunjungi Wisatawan Ramang melanjutkan, yang menanam pertama di ladang adat di sekitar rumah adat adalah Suku Nanga. Jika tua adat Suku Nanga belum menanam, warga lain dilarang menanam duluan. Noko Lodong Ramang menjelaskan bahwa saat ritual itu dilangsungkan, dilakukan Noko Lodong. Noko berarti simpan dan lodong berarti pucuk. Noko lodong berarti menyimpan pucuk tanaman. Saat malam hari tua adat di rumah adat melaksanakan kepok-kepok untuk menandakan bahwa tahun yang lalu sudah berlalu dan memulai tahun baru untuk menanam. MAKUR Sesajian adat kepada Sang Pencipta Kehidupan, alam semesta dan leluhur yang dialas dengan daun sirih di Watu Nurung atau watu leluhur Suku Saghe di rumah adat atau Mbaru Gendang Saghe, Jumat 2/11/2018. Adapun di kampung Bungan, lanjut Ramang, terdapat suku Bebong, Teong, Koi, Mukun, Ladar, Pata, Kepo, Sape, dan Nanga. Satu kampung ini serentak melaksanakan ritual adat Ghan Woja. Ia melanjutkan, yang paling sakral dalam ritual Ghan Woja adalah hasil panen yang unik atau langka, seperti bulir padi bercabang tiga dipangkas dan dibawa ke rumah adat. Baca juga Berwisata ke Manggarai Timur, Cicipi Kopi Pahit dan Kuliner Lokal di Coffee For Rest Hasil panen unik itu dipersembahkan di tengah kampung dengan percikan darah babi dan ayam. Dalam ritual Ghan Woja, bahan sesajiannya yakni ayam dan babi. Tarian Keda Rawa Saat ritual Ghan Woja, dilakukan tarian Keda Rawa di tengah kampung. Tepat pukul Wita, tua adat yang hanya laki-laki turun dari rumah adat, dibalut dengan pakaian adat serta diiringi tabuh kendang dan gong, menari melingkar. Tidak sembarang orang bisa melantunkan syair-syair kuno dalam tarian ini. Tarian ini sangat berbeda dengan tarian pada umumnya di Manggarai Timur. Cara menarinya juga sangat sulit bagi orang baru yang ikut menari. Baca juga 12 Desa Wisata Manggarai Timur NTT, Banyak Kekayaan Alam dan Budaya Saat ini tarian Keda Rawa hanya ada di kampung Bungan di Desa Mbengan. Tidak ada di kampung-kampung lainnya. Tarian ini melambangkan penghormatan kepada ibu bumi sebagai tempat berpijak, tempat tinggal dan juga menghormati para leluhur yang sudah mendirikan kampung tersebut. Tarian juga melambangkan penghargaan kepada Sang Pencipta. Selain Keda Rawa pada malam hari, siang harinya dilaksanakan tarian Ronda. Kampung Sakral Bungan Ramang menambahkan, Kampung Bungan bisa disebut kampung sakral. Alasannya, konon saat mendirikan kampung itu ratusan tahun lalu, leluhur melalukan ritual dengan keliling tujuh kali agar terhindar dari gangguan manusia maupun makhluk halus. MAKUR Kepala Suku Saghe, Alexander Djala sedang melaksanakan ritual di watu naga tana batu leluhur Suku Saghe untuk minta restu kepada Sang Pencipta, alam semesta dan leluhur Saghe, Jumat 2/11/2018. Di bagian utara kampung, ada watu yang biasa disebut naga kampung. Sebelum dilangsungkan ritual-ritual adat seperti ghan woja, terlebih dahulu dilangsungkan ritual di sana, maupun yang selatan. Terpisah Tua Adat Suku Saghe, Fransiskus Ndolu 73 dan Aleksius Jalang 77 menjelaskan, warga suku Saghe juga sering melaksanakan ritual adat Ghan Woja dan Peting Kadea syukuran hasil panen selama setahun. Baca juga Indahnya Air Terjun Cuncang Lewe di Manggarai Timur, NTT dengan Ketinggian 100 meter Biasanya benda-benda sesajennya, ayam dan babi. Semua warga suku berkumpul di rumah adat. "Selama kami hidup bersama orangtua-orangtua dan tua-tua adat hingga saat ini, ritual adat Ghan Woja selalu dilaksanakan di rumah adat. Ada juga yang dilaksanakan di rumah-rumah pribadi," tutur keduanya. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Nilainilai filosofis perkawinan adat Manggarai dapat digambarkan dalam beberapa ungkapan berikut: 1. perkawinan mengungkapkan kebutuhan dasar manusia untuk berada bersama dengan Yang Lain dalam suatu ranah kehidupan yang sejahtera, subur dan berkembang, seperti ungkapan "saung bembang ngger eta, wake seler ngger wa".
ArticlePDF AvailableAbstractMasalah utama dalam penelitian ini adalah nilai-nilain kesenian budaya tarian caci pada masyarakat manggarai Desa Kazu wangi Kabupaten Manggarai Timur, bahwa sebagian besar masyarakat Desa Kazu wangi Kabupaten Manggarai Timur sangat antusias dalam melestarikan budaya tarian caci yang merupakan tarian khas masyarakat manggarai pada umumnya, yang merefleksikan kebudayaan dan keseharian masyarakat manggarai. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai-nilai budaya tarian caci pada masyarakat Manggarai Desa Kazu wangi Kabupaten manggrai Timur, metode penelitian ini menggunakan penelitian etnografi- kualitatif, suatu metode yang menggunakan observasi langsung mengenai kegiatan manusia dalam konteks data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dan studi kepustakaan. Untuk mengkaji nilai-nilai budaya tarian caci pada masyarakat manggarai Desa Kazu Wangi digunakan pendekatan folklor. Teknik analisis data melelui beberapa tahap yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan, sedangkan teknik keabsahan data menggunakan tringulasi sumber, waktu dan teknik. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa nilai-nilai kesenian budaya tarian caci hanya ada dalam kebudayaan manggrai dan menjiwai semua aspek kehidupan orang manggarai. Tarian caci selalu dipentaskan pasca panen, antara bulan juli sampai dengan september, dan dilakuan selama tiga hari. Tarian tarian caci juga mengandung makna simbolis, melambangkan kejantanan, kepahlawanan , keramaiaan ,kemegahan dan semangat sportivitas yang tinggi. Tarian caci juga memiliki banyak fungsi bagi kelangsungan hidup masyarakat Desa kazu wangi, sebagai komoditas pariwisata, sebagai sarana komunikasi dengan Tuhan dan para leluhur, serta media pendidikan. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Vol. VII. Issu 2. Juli- De se mber 2019 E_ISSN 2339-2401/P_ISSN 2477-0221 235 Equlibrium Jurnal Pendidikan Sosiologi NILAI KESENIAN BUDAYA TARIAN CACI PADA MASYARAKAT MANGGARAI KABUPATEN MANGGARAI TIMUR Hironimus Jampi1, Muhammad Nawir2, Hadisaputra3 1Pendidikan Sosiologi, Universitas Muhammadiyah Makassar Email hironimusjampi 2Pendidikan Sosiologi, Universitas Muhammadiyah Makassar Email muhammadnawir 3Pendidikan Sosiologi, Universitas Muhammadiyah Makassar Email Abstract. The main problem in this study is the values of dance culture in the Manggarai community, Kazu Wangi Village, East Manggarai Regency, is that most of the Kazu Wangi village people reflect the culture and daily lives of the Manggarai community. This study aims to describe the cultural values of dancing in the Manggarai community, Kazu Wangi Village, East manggrai Regency, this research method uses ethnographic-qualitative research, a method that uses direct research on human activities in socio-culture. Data collection is done by means of observation, interviews, and literature study. To examine the cultural values of the people in Manggarai Village, Kazu Wangi Village is used to request folklore. Analysis of the data in several ways, namely data reduction, data presentation and conclusions, while the validity of the data technique uses source tringulation, time and technique. The results of the study prove that the values of Caci dance culture only exist in Manganggrai and animate all aspects of Manggarai people's lives. The caci dance is always performed after harvest, between July and September, and is performed for three days. Caci dance also contains symbolic meaning, symbolizing virility, heroism, hospitality, grandeur and high sportsmanship spirit. Caci d ance also has many functions for people who live in the village of Kazu Wangi, as a means of tourism, as a means of communication with God and the ancestors, as well as educational media. Keywords Values of Dance Arts and Culture Values. Abstrak. Masalah utama dalam penelitian ini adalah nilai-nilain kesenian budaya tarian caci pada masyarakat manggarai Desa Kazu wangi Kabupaten Manggarai Timur, bahwa sebagian besar masyarakat Desa Kazu wangi Kabupaten Manggarai Timur sangat antusias dalam melestarikan budaya tarian caci yang merupakan tarian khas masyarakat manggarai pada umumnya, yang merefleksikan kebudayaan dan keseharian masyarakat manggarai. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai-nilai budaya tarian caci pada masyarakat Manggarai Desa Kazu wangi Kabupaten manggrai Timur, metode penelitian ini menggunakan penelitian etnografi- kualitatif, suatu metode yang menggunakan observasi langsung mengenai kegiatan manusia dalam konteks sosial-budaya. Penggumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dan studi kepustakaan. Untuk mengkaji nilai-nilai budaya tarian caci pada masyarakat manggarai Desa Kazu Wangi digunakan pendekatan folklor. Teknik analisis data melelui beberapa tahap yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan, sedangkan teknik keabsahan data menggunakan tringulasi sumber, waktu dan teknik. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa nilai-nilai kesenian budaya tarian caci hanya ada dalam kebudayaan manggrai dan menjiwai semua aspek kehidupan orang manggarai. Tarian caci selalu dipentaskan pasca panen, antara bulan juli sampai dengan september, dan dilakuan selama tiga hari. Tarian tarian caci juga mengandung makna simbolis, Jurnal Pendidikan Sosiologi Sosiologi Equilibrium Jurnal Pendidikan Sosiologi Vol. VII. Issu 2. J ul i- De se mber 2019 Vol. VII. Issu 2. Juli- De se mber 2019 E_ISSN 2339-2401/P_ISSN 2477-0221 236 Equlibrium Jurnal Pendidikan Sosiologi melambangkan kejantanan, kepahlawanan , keramaiaan ,kemegahan dan semangat sportivitas yang tinggi. Tarian caci juga memiliki banyak fungsi bagi kelangsungan hidup masyarakat Desa kazu wangi, sebagai komoditas pariwisata, sebagai sarana komunikasi dengan Tuhan dan para leluhur, serta media pendidikan. Kata Kunci Nilai-Nilai Kesenian dan Budaya Tarian Caci. PENDAHULUAN Kebudayaan yang sudah melekat dalam masyarakat dan sudah turun temurun sejak dahulu, akan semakin terkonsep dalam kehidupan masyarakat sehingga menjadi sebuah kepercayaan terhadap hal-hal yang berhubungan dengan sebuah keyakinan yang sulit untuk dihilangkan. Kepercayaan-kepercayaan yang masih berkembang dalam kehidupan suatu masyarakat, biasanya dipertahankan melalui sifat-sifat lokal yang dimilikinya. Tarian Caci merupakan kesenian asli Manggarai yang penuh dengan keunikan-keunikan mulai dari jenis tarian, kostum tari, property yang digunakan oleh penari, sampai pada bentuk komposisi musik iringannya. Karena keaslian dan keunikannya tersebut Pemerintah dan beberapa Organisasi-organisasi dari Manggari yang menyebar di seluruh Indonesia mencoba untuk melestarikan tarian Caci sebagai salah satu ciri khas kesenian yang berasal dari Kabupaten Manggarai. Caci adalah salah satu budaya Manggarai yang merupakan ekspresi tradisional budaya Manggarai. Di Manggarai Flores NTT, Tarian Caci merupakan suatu permainan adu ketangkasan antara dua orang laki-laki dalam mencambuk dan menangkis cambukan lawan secara bergantian. Tarian Caci terlihat begitu heroik dan indah karena merupakan kombinasi antara Lomes keindahan gerak tubuh dan busana yang dipakai, Bokak keindahan seni vokal saat bernyanyi , dan Lime ketangkasan dalam mencambuk atau menangkis cambukan lawan. Caci secara etimologis berasal dari dua kata yaitu Ca yang berarti satu, dan Ci yang berarti lawan. Jadi Caci berarti tarian seorang melawan seorang yang lain. Tarian ini menggambarkan suka cita masyarakat Manggarai. Caci merupakan tarian kesatriaan para Caci adalah sebuah tari perang di mana sepasang lelaki bertarung di sebuah lapangan dengan menggunakan cambuk dan perisai. Penari yang memegang cambuk bertindak sebagai penyerang dan penari lainnya yang memegang perisai bertindak sebagai seorang yang bertahan. Para pemain Caci dibagi menjadi dua kelompok yang secara bergantian bertukar posisi sebagai kelompok penyerang dan sebagai kelompok bertahan. Caci selalu dimainkan oleh kelompok tuan rumah ata one dan kelompok pendatang dari desa lain ata peang. Beberapa pernak-pernik dalam Caci dalam bahasa Manggarai adalah, panggal, lalong ndeki, nggororng, nggiling, aging, larik, sapu dan songke. Dalam Caci, tidak boleh menyerang bagian tubuh dari pinggang ke bawah. Para pemain hanya diperbolehkan menyerang bagian tubuh dari pinggang ke atas. Bila pukulan lawan tidak dapat ditangkis, maka pemain akan terkena pecutan dan mendapatkan luka cambukan. Dan jika mata terkena cambukan maka pemain dinyatakan kalah beke, dan kedua pemain langsung segera diganti. Tari Caci hanya dilaksanakan apabila ada acara penting. Misalnya pada upacara penti, ritual tahun baru, upacara pembukaan lahan, dan upacara besar secara sepintas, Caci adalah sebuah tontonan hiburan yang mengandung unsur kekerasan di dalamnya. Namun jika kita melihat lebih dalam, kita akan menyadari bahwa tarian ini merupakan budayatradisional Manggarai yangmerupakan ekspresi budaya Manggarai. Menurut Edi, Maria Grace Putri, program studi pendidikan pancasila dan kewarganegaraan, jurusan hukum dan kewarganegaraan, fakultas ilmu sosial, Universitas Negeri Malang, dengan judul “Nilai Moral yang Terkandung dalam Tarian Caci di Desa Batu Cermin Kecamatan Komodo Kabupaten Manggarai Barat, dalam peneliti Edi, Maria Grace Putri, Nilai moral merupakan nilai mengacu pada tindakan manusia berkaitan dengan baik atau buruknya tindakan manusia dalam Vol. VII. Issu 2. Juli- De se mber 2019 E_ISSN 2339-2401/P_ISSN 2477-0221 237 Equlibrium Jurnal Pendidikan Sosiologi kehidupannya. Nilai moral berkaitan dengan perbuatan baik dan buruk yang menjadi dasar kehidupan manusia dan masyarakat. Nilai-nilai moral yang ada dalam suatu kesenian dapat menjadi nilai-nilai yang bisa ditiru dan dipraktekkan dalam kehidupan kita. Berkaitan dengan hal tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk mendeskrpsikan nilai-nilai moral yang terkandung dalam tarian caci agar nilai-nilai moral tersebut bermanfaat baik di depan kita. Teori Materialisme kebudayaan adalah salah satu paham yang beranggapan bahwa manusia hidup didunia, dia sebenarnya hidup didunia materi. Dia mau hidup, harus makan, dia mau menata sistem nilai dan budayaanya harus menggunakan alat materi. Materialisme berpandangan kebudayaan adalah hasil kumpulan pikiran yang dipelajari dan kelakuan yang diperlihatkan oleh anggota dari kelompok sosial masyarakat, yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pandangan materialisme ini berkaitan dengan hubungan manusia dengan lingkungannya, oleh Marvin Haris, disebut variabel yang bersifat empiris dan ini distilahkan dengan teknoekonomi dan teknolingkungan. Berdasarkan teori tentang kebudayaan yang sudah dipaparkan diatas, peneliti menyimpulkan bahwa kebudayaan adalah seluru cara dari kehidupan masyarakat dan tidak hanya mengenai sebagian tatacara hidup saja yang dianggap lebih tinggi dan lebih diinginkan” jadi, kebudayaan menunjuk pada berbagai aspek kehidupan. Istilah ini meliputi cara-cara berlaku, kepercayaan-kepercayaan dan siskp-sikap dan juga hsil dari kegiatan manusia yang khas untuk suatu masyarakat atau kelompok penduduk tertentu. Hal ini terjadi karena manusia mencontohi sesuatu yang dilakukan oleh generasi sebelumya atau lingkungan disekitarnya yang dianggap baik dan berguna dalam hidupnya begitu juga dengan budaya tarian caci yang dimiliki oleh masyarakat manggarai yang merupakan hasil dari realitas obyektivitas manusia menghasilkan kenyataan obyektif hasil ciptaan leluhur terdahulu yang diserap kembali oleh generasi setelahnya atau selalu meregenerasikan nilai-nilai budaya tarian caci yang merupakan warisan leluhur. Penelitian terdahulu di atas membahas tentang identitas budaya dan maknanya dalam tarian caci orang manggarai dan nilai moral yang terkandung dalam tarian caci, maka dari itu dalam penelitian ini, peneliti membahas tentang Nilai-nilai budaya dalam tarian caci pada masyarakat manggarai desa kazu wangi kabupaten manggarai timur. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis metode penelitian menggunakan penelitian etnografi-kualitatif dalam pendekatan fenomenologi di mana data diperoleh melalui pengamatan langsung dengan cara observasi, wawancara, dan studi pustaka Bogdan dan Taylor dalam Sumaryanto, 2010 74. Dalam penelitian etnografi kualitatif, data yang diperoleh tidak dapat dituangkan dalam bentuk bilangan atau angka statistik, peneliti memaparkan gambaran mengenai hasil yang diteliti dalam bentuk naratif untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang ada di objek penelitian. Dalam hal ini, yang menjadi objek penelitian adalah Nilai- Nilai Kesenian Budaya Tarian Caci Pada Masyarakat Manggarai Desa Kazu Wangi Kabupaten Manggarai Timur Peneliti memfokuskan penelitian ini pada konsep/ pandangan, ciri/ karakteristik Kesenian budaya Tarian Caci merupakan sebuah rumusan masalah penelitian ini. Penggunaan metode penelitian etnografi kualitatif merupakan cara untuk membedah materi penelitian yang mengacu kepada tujuan penelitian yang telah dipaparkan. HASIL DAN PEMBAHASAN Identitas budaya tercermin dalam bahasa, nyanyian, cara berpakaian, dan etika moral. Identitas ini termanifestasi dalam tarian caci di manggarai. Berdasarkan hal ini, kita akan melihat makna yang terkandung dalam budaya tarian caci masyarakat manggarai. Vol. VII. Issu 2. Juli- De se mber 2019 E_ISSN 2339-2401/P_ISSN 2477-0221 238 Equlibrium Jurnal Pendidikan Sosiologi 1. Nilai Bahasa dan Nyayian keindahan, keselaransan, dan kerendahan hati Tarian caci pada dasarnya menarik ketika seorang pemain caci setelah menerima pukulan atau memberi pukulan, berbicara dan bernyanyi. Pembicaraan dan nyanyian yang dilakukan menggunakan bahasa yang indah dengan istilah-istilah yang menarik perhatian yang digunakan tentunya menggunakan bahasa daerah seorang pemain caci dilihat dari keindahan dalam berkata-kata dan menyanyi selaras dengan caranya bertarung yang diiringi dengan bunyi gong dan gendang serta nyanyian lainnya sanda. Selain itu, bahasa dan nyanyiannya akan indah ketika tidak membuat orang yang menonton dan khususnya lawannya tersinggung. Ataupun sebaliknya, ketika peterung tersebut terkena pukulan, keindahan bahasa dalam menyampaikan apa yang menimpanya secara menarik dengan istilah-istilah tersembunyi dan bermakna. Berdasarkan hasil wawancara dengan pemain caci yaitu bapak yang berinisial F M, 34 tahun berpendapat bahwa “Dalam memerankan permainan caci kita harus memiliki kecakapan dalam berbahasa dan memiliki keindahan suara karena itu merupakan sebuah modal yang dapat menarik animo para penonton sehingga dengan demikian potensi yang kita miliki dapat di akui oleh orang banyak tegasnya”. Dari hasil wawancara dengan bapak inisial FM, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya seorang pemain caci harus memiliki kecakapan dalam berbahasa dan memiliki suara yang indah dalam menggunakan bahasa daerah manggarai yang dapat dilihat dari keindahan dalam berkata-kata dan menyanyi selaras dengan caranya bertarung yang diiringi dengan bunyi gong dan gendang. Tarian caci pada dasarnya menarik ketika seorang pemain caci setelah menerima pukulan atau memberi pukulan, berbicara dan bernyanyi. Pembicaraan dan nyanyian yang dilakukan menggunakan bahasa yang indah dengan istilah-istilah yang menarik perhatian penonton. Bahasa yang digunakan tentunya menggunakan bahasa daerah manggarai. 2. Nilai Cara berpakaian. Dalam memerankan tarian caci ada pakaian tertentu yang di gunakan oleh para penari sehingga tercipta keserasian dan kekompakan dalam pertunjukan tarian caci. Pakaian yang digunakan antara lain panggal yang berfungsi sebagai penyokon kepala, selendang, kain songke, ikat pinggan, nggiring, dan celana panjang berwarna putih. Demikian juga saat wawancara dengan bapak yang berinisial GJ, 25 tahun sebagai penari berpendapat bahwa “sebagai seorang yang memiliki bakat bermain caci tentunya kita harus mempersiapkan perlengkapan-perlengkapan yang menunjang terlaksananya pertunjukan tarian caci baik dari perlengkapan yang terkecil hingga yang terbesar sehingga dapat menciptakan nilai keserasian saat mementaskan tarian caci”. Dari hasil wawancara dengan bapak inisial GJ, dapat disimpulkan bahwa sebagai seorang pemain caci yang memiliki bakat, tentu haruslah memiliki berbagai perlengkapan-perlengkapan pakaian yang dapat menunjang terlaksananya pertunjukan tarian caci, sehingga tercipta keserasian dan kekompakan dalam memerankan tarian caci. Peralatan tarian caci yang terbuat dari kulit kerbau melambangkan kekuatan, ketenangan, kerendahan hati, dan tidak emosional, sedangkan bentuknya yang relatif bundar melambangkan adanya satu titik pusat yang mengatur semuanya, itulah Tuhan Yang Maha Esa. Vol. VII. Issu 2. Juli- De se mber 2019 E_ISSN 2339-2401/P_ISSN 2477-0221 239 Equlibrium Jurnal Pendidikan Sosiologi 3. Nilai Etika Moral Permainan caci atau tarian caci merupakan sebuah identitas budaya orang manggarai. Meskipun, ini adalah sebuah pertarungan, tetapi etika moral tetap menjadi hal yang utama yang harus diperhatikan. Etika moral kemanusiaan adalah yang utama dalam tarian ini. Dalam hal ini, pertarungan atau perkelahian tentunya akan berlawanan dengan etika moral, tetapi dalam permainan caci, etika moral tetap menjadi yang utama lewat sikap tanggun jawab dan saling menghargai dalam sebuah pertarungan. Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak yang berinisial GE, 30 tahun sebagai anggota masyarakat mengatakan bahwa “saya sudah sering mengikuti pertunjukan tarian caci dibeberapa kampung namun sebelum saya dan teman-teman ikut serta dalam mementaskan tarian caci ada etika moral yang harus dipatuhi bersama demi terlaksananya pementasan tarian caci sesuai dengan apa yang diharapkan oleh tokoh masyarakat setempat,, dengan kami sebagai pengunjung untuk memeriahkan pelaksaan tarian caci sehingga terhindar dari hal-hal yang tidak di inginkan bersama”. Dari hasil wawancara dengan bapak inisial GE 30 tahun dapat disimpulkan bahwa hal yang sadari bersama adalah pentingnya mengerti dan memahami etika moral yang terkandung dalam budaya tarian caci sehingga terciptanya sebuah situasi yang kondusif baik tokoh masyarakat setempat yang berfungsi sebagai pelayan terlaksananya budaya tarian caci dan juga bagi para pengunjung yang memeriahkan atau menyukseskan pementasan atau pertunjukan budaya tarian caci . Pemain caci atau tarian caci merupakan sebuah identitas budaya orang manggarai. Meskipun, ini adalah sebuah pertarungan, tetapi etika moral tetap menjadi hal yang terutama yang harus diperhatikan. Etika moral kemanusiaan adalah yang terutama dalam tarian ini. Dalam hal ini, pertarungan atau perkelahian tentunya akan berlawanan dengan etika moral, tetapi dalam permainan caci, etika moral tetap menjadi yang utama lewat sikap tanggun jawab dan saling menghargai dalam sebuah pertarungan. 4. Nilai Darah, Keringat, dan Air Mata kejantanan, keramaian, kemegahan, dan sportivitas Darah, keringat, dan air mata terus menerus hadir selama tarian caci berlangsung. Darah, keringat, dan air mata ini tidak akan membuat orang-orang yang hadir dan bertarung mengalah. Mereka tidak pernah menyerah sampai di katakan “Rowa” mati. Tetapi, mati di sini berarti petarung terkena cambukan di daerah kepala wajah dan tangan. Meskipun tubuh mereka terkena cambukan hingga berdarah, berkeringat dan air mata mengalir malah jusrtu akan menciptakan pertarungan semakin seru. Sebab darah, keringat dan air mata dalam tarian caci mengandung makna kepahlawanan dan keperkasaan. Namun dalam caci, keperkasaan tidak harus dilakoni lewat kekerasan namun juga lewat kelembutan yang ditunjukkan dalam gerakan-gerakan yang bernuansa seni. Tarian caci diiringi bunyi gendang dan gong serta nyanyian para pendukungnya yang menunjukkan kemegahan acara tersebut, namun suatu hal yang sangat penting dari sebuah pementasan tarian caci adalah bagaimana memberikan makna simbolik bagi masyarakat manggarai yang diantaranya adalah sebagai berikut Nilai kepahlawanan yaitu seorang pemain caci harus memiliki jiwa yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam permainan caci, yang tidak harus diakhiri dengan rasa dendam terhadap pemain lawannya. Nilai keperkasaan yaitu dalam permainan tarian caci , keperkasaan tidak harus dilakoni lewat kekerasan namun juga lewat kelembutan yang ditunjukkan dalam gerakan-gerakan yang bernuansa seni. Nilai sportivitas yaitu dalam permainan tarian caci seorang penari haru bersikap adil jujur terhadap lawan, sikap bersedia mengakui keunggulan kekuatan dan kebenaran lawan. Vol. VII. Issu 2. Juli- De se mber 2019 E_ISSN 2339-2401/P_ISSN 2477-0221 240 Equlibrium Jurnal Pendidikan Sosiologi Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak yang berinisial SW, 36 tahun sebagai seorang penari yang sangat berbakat dalam bidang tarian caci mengatakan bahwa “sesuai dengan pengalaman peribadi yang saya perna alami dalam berbagai pertempuran tarian caci, hal yang paling penting untuk kita sadari adalah bahwa pementasan tarian caci itu bukanlah sebuanh pertarungan yang mematikan, walaupun terkandung unsur kekersan didalamnya, tapi tujuan dari pelaksanaan tariaan caci ini adalah sebagai bentuk ekspresi kebahagiaan masyarakat setempat atas berbagai usaha yg dilakukan oleh mereka dalam setahun penuh,jadi ketika setiap penari memamahami hal ini maka dalan permainan caci kita dapat menenemukan nilai-nilai simbolik yang terkandung didalamnya seperti nilai kepahlawanan, nilai keperkasaan, nilai ketangkasan dan nilai sportivitas. Tegasnya. Dari hasil wawancara bersama bapak inisial SW, 36 tahun dapat disimpulkan bahwa dalam pementasan tarian caci pentingnya membangun kesadaran bersama atas nilai-nilai yang terkandung dalam budaya tarian caci itu sendiri yang dimana diantaranya nilai etika moral, nilai keringat dan darah, nilai cara berpakaian, dan nilai bahasa dan nyanyian yang diekspresikan oleh para penari saat mementaskan tarian caci, dengan memahami hal tersebut diatas maka pelaksanaan budaya tarian caci akan berjalan dengan baik seperti yang diharapkan oleh tokoh adat dan masyarakat setempat dan juga para pengunjung yang ikut terlibat dalam meramaikan pementasan tarian caci. Darah, keringat dan air mata dalam tarian caci mengandung makna kepahlawanan dan keperkasaan. Namun dalam caci, keperkasaan tidak harus dilakoni lewat kekerasan namun juga lewat kelembutan yang ditunjukkan dalam gerakan-gerakan yang bernuansa seni. Tarian caci diiringi bunyi gendang dan gong serta nyanyian para pendukungnya yang menunjukkan kemegahan acara tersebut. KESIMPULAN Dari seluruh lingkaran penyusunan dan penelitian yang dibuat oleh penulis, maka penulis menarik sebuah kesimpulan dari keseluruhan tulisan ini. Kesimpulan ini menjadi uraian terakhir dari penulis. Semoga rangkaian tulisan ini mengantar penulis dan pembaca untuk mengetahui apa dan bagaimana itu nilai-nilai budaya tarian caci pada masyarakat manggarai Desa Kazu Wangi Kabupaten Manggarai Timur. Caci merupakan ungkapan syukur yang dimanifestasikan dalam permainan. Caci menjadi sebuah simbol dengan berbagai macam nilai didalamnya, dan nilai nilai itulah yang dikemas dalam keseluruhan permainan caci. Adapun maksudnya ialah agar masyarakat manggarai memiliki nilai juang, mempunyai jiwa sebagai ata rona seorang lelaki pemberani dan gagah perkasa. Tarian caci memperlihatkan nilai seni yang sangat tinggi, mulai dari gerak seni tarian lomes, seni suara bokak, seni lukis ornament-ornamen caci, seni rupa atau seni tenun motif-motif tenunan pada kain songke, selendang, sapu tangan yangb digunakan penari caci. Kesenian ini memiliki pesan damai didalamnya, seperti semangat sportivitas, saling menghormati, dan diselesaikan tanpa dendam diantara para penari. DAFTAR PUSTAKA Bakker, JWM, 1992, Filsafat Kebudayaan, Sebuah Pengantar, Yogyakarta kanisius. Creswell John W. 2009. “Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed” Yogyakarta Pustaka pelajar Dagur, Anthony Bagul, 1977, Kebudayaan Manggarai Sebagai salah satu Khasanah Kebudayaan Nasional, Surabaya, Ubhara Press. De Rosari, Anton BL, 1988, Kedudukan Kebudayaan Daerah dalam Pembangunan Kebudayaan Nasional, Kupang. Depertemen Kebudayaan dan Pendidikan, 2005, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta Balai Pustaka Hadi, Y. Sumandiyo. 2005. Sosiologi Tari Sebuah Pengenalan Awal. Yogyakarta Pustaka Pelajar. Vol. VII. Issu 2. Juli- De se mber 2019 E_ISSN 2339-2401/P_ISSN 2477-0221 241 Equlibrium Jurnal Pendidikan Sosiologi Prastowo, 2014. Metode penelitian Kualitatif dalam perspektif Rancangan penelitian Puersen, Van., 1993, Strategi Kebudayaan, Yogyakarta Kanisius. Soekmono, R., 1990, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia, Yogyakarta Kanisius Sugiyono. 2013, “metode peneliti kualitatif dan kuantatif dan R&D. Bandung. Alfabeta. Sutrisno, Mudji dan Putranto, Hendar. 2005. Teori-Teori Kebudayaan. Yogyakarata Kanisius Yogyakarta. Soekanto, Soerjono. 2013. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta Raja Grapindo Persada. Usman, Hasan, Haji, 1988, Pranan Kebudayaan Daerah dalam Menunjang Pembangunan Nasional, Nusa Tenggara Timur Panitia Pelaksana Temu Budaya Daerah Tingkat I. Verheijen, jilis, 1991, Manggarai dan Wujud Tertinggi, Penerjemah Alex Beding dan Marcel Beding, Jakarta lIPI_RULL. Yatman, Darmanto, 1988, Pandangfan Pemangku Kebudayaan Daerah Nasional Indonesia, Surakarta Kantor Wilayah Departemen pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Tengah. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this penelitian Kualitatif dalam perspektif Rancangan penelitian PuersenPrastowoPrastowo, 2014. Metode penelitian Kualitatif dalam perspektif Rancangan penelitian Puersen, Van., 1993, Strategi Kebudayaan, Yogyakarta Sejarah Kebudayaan Indonesia, Yogyakarta Kanisius Sugiyono. 2013, "metode peneliti kualitatif dan kuantatif dan R&DR SoekmonoSoekmono, R., 1990, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia, Yogyakarta Kanisius Sugiyono. 2013, "metode peneliti kualitatif dan kuantatif dan R&D. Bandung. Suatu Pengantar. Jakarta Raja Grapindo PersadaSoerjono SoekantoSoekanto, Soerjono. 2013. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta Raja Grapindo Kebudayaan Daerah dalam Menunjang Pembangunan NasionalUsmanHaji HasanUsman, Hasan, Haji, 1988, Pranan Kebudayaan Daerah dalam Menunjang Pembangunan Nasional, Nusa Tenggara Timur Panitia Pelaksana Temu Budaya Daerah Tingkat YatmanYatman, Darmanto, 1988, Pandangfan Pemangku Kebudayaan Daerah Nasional Indonesia, Surakarta Kantor Wilayah Departemen pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Tengah.
BajuAdat NTT - Nusa Tenggara Timur atau lebih sering disebut sebagai NTT adalah salah satu provinsi yang cukup terkenal dengan destinasi wisatanya alamnya.Menjadi bagian dari Kepulauan Sunda kecil, tidak heran kalau provinsi yang satu ini terdiri dari banyak pulau. Pulau-pulau tersebut punya daya tarik yang dimanfaatkan oleh pemerintah untuk dijadikan destinasi wisata.
WAELENGGA, — Masyarakat di Pulua Flores, Nusa Tenggara Timur memiliki warisan leluhur yang terus dilestarikan oleh generasi muda yang tersebar di berbagai di kampung. Mulai dari Pulau Lembata hingga di Manggarai Barat, kearifan lokal dalam seni tari terus dirawat dan dipentaskan dalam berbagai event budaya dan pariwisata. Baca juga Tradisi Tengge Kain Songke dan Tradisi Lorang Khas Flores BaratTepi Woja terdiri dari kata "Tepi" yang berarti memisahkan dan "Woja" berarti padi. Jadi tarian Tepi Woja dapat diterjemahkan tarian memisahkan gabah ini mengingatkan kembali bagi generasi muda di era milenial bahwa leluhur orang Manggarai Timur pernah memakai doku atau nyiru sebagai bahan tepi woja. Baca juga Tradisi Gerep Rugha Manuk, Warisan Leluhur Orang Kolang di Flores Pengembangkan seni tari itu dilaksanakan di lembaga pendidikan di seluruh Pulau Flores. Dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi di Pulau Flores. MAKUR Para penari dari SMPK Waemokel, Kelurahan Watunggene, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT mementaskan tarian Tepi Woja, Sabtu 17/8/2019 saat memeriahkan HUT Ke-74 RI tingkat Kecamatan Kota Komba. Penari SMPK Waemokel mempromosikan kearifan lokal yang berkaitan tradisi pertanian di wilayah Manggarai penerus orang Flores terus menjaga dan mempertahankan berbagai jenis seni tari tersebut dengan mengikuti berbagai pergelaran seni tari di berbagai event-event budaya dan pariwisata.
. izstyvj1ga.pages.dev/310izstyvj1ga.pages.dev/22izstyvj1ga.pages.dev/396izstyvj1ga.pages.dev/32izstyvj1ga.pages.dev/21izstyvj1ga.pages.dev/225izstyvj1ga.pages.dev/112izstyvj1ga.pages.dev/280izstyvj1ga.pages.dev/168
pakaian adat manggarai timur